Bab 1
Pendahuluan
A. Latar
belakang
Pada
masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan.
Misalnya Thales yang terkenal sebagai filsuf
yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi
terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting
ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu
substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri
sendiri).
Sedangkan
pada pembahasan ontology kali ini adalah untuk belajar memahami apa itu
ontology, bagaimana prinsip-prinsipnya, dan juga konsep-konsep ontology.
Ontology sendiri dipelajari mahasiswa untuk lebih mendalami materi filsafat
ilmu. Penulis mencoba untuk memaparkan beberapa pengertian dan konsep-konsep
ontology ilmu, agar pembaca mampu menangkap maksud dari penulisaan makalah ini.
Setidaknya
apabila materi ini dapat dipahami oleh mahasiswa, metari ini dapat membatu
mahasiswa dalam proses memdalami filsafat ilmu yang diberikan oleh dosen
pengampu.
B. Rumusan
masalah
1.
Pengertian ontology ilmu
2.
Asumsi-asumsi antologi ilmu
3.
Hakikat kenyataan ontology ilmu
4. Konsep-konsep ontology ilmu
Bab
2
Pembahasan
A. Pengertian
Ø
Menurut para ahli dan
penulis
1. Menurut Sidi Gazalba
Ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari
kenyataan. Karena itu, disebut ilmu hakikat yang bergantung pada pengetahuan.
2. Jujun S. Suriasamantri
Mengatakan bahwa ontologi membahas apa yang ingin kita
ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain suatu
pengkajian mengenai yang “ada”.
3. Aristoteles
Pembahasan tentang ontologi sebagi dasar ilmu berusaha untuk
menjawab “apa” yang merupakan The
First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu :
On atau Ontos = being
“yang ada”
Logos =
“ilmu”
Jadi, ontologi adalah The Theory of Being Qua Being
(teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).
Ontologi membahas tentang ilmu yang ada, yang tidak terikat
oleh satu perwujudan tertentu. Membahas tentang yang ada, yang universal, dan
menampilkan pemikiran semesta universal. Berupaya mencari inti yang temuat
dalam setiap kenyataan, dan menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas
dalam semua bentuknya.
4.
Anton Bakker
(1992)
merupakan ilmu pengetahuan yang paling
universal dan paling menyeluruh. Penyelidikannya meliputi gejala pertanyaan dan
penelitian lainnya yang lebih bersifat bagian. Ontologi berusaha memahami
keseluruhan kenyataan, segala sesuatu yang mengada segenapnya.
Ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologis
mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu
membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam
jangkauan pengalaman manusia.
5.
Menurut islitah
·
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat
“sesunguhnya” yang ada, yang merupakan “kenyataan yang pokok” ultimate
reality, baik yang berbentuk jasmani/konkret, maupun rohani/abstrak.
·
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat
yang paling kuno dan berasal dari Yunani.
Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.
6.
Menurut Rodolf Goclenius
Istilah ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakekak
yang ada bersifat metafisis.
Dalam perkembangannya Christian Wolf
(1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu :
a.
metafisika umum dan
b.
metafisika khusus
Metafisika umum adalah istilah
lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi adalah cabang
filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar
atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
Metafisika
khusus masih terbagi menjadi 3, yaitu :
a.
Kosmologi
ilmu yang menyelidiki alam semesta sebagai
sistem yg beraturan,
b.
Psikologi
ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik
normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku; ilmu pengetahuan tentang
gejala dan kegiatan jiwa,
c.
Teologi
pengetahuan ketuhanan “mengenai sifat Allah,
dasar kepercayaan kpd Allah dan agama, terutama berdasarkan pada kitab suci”
Didalam pemahaman Ontologi terdapat beberapa
pandangan-pandangan pokok pemikiran, diantaranya :
ü Monoisme, : Paham ini
menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu saja, tidak
mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik berupa
materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran :
a. Materialisme,
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani.
Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah
merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri.
b. Idealisme,
Sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan spriritualismee. Dealisme
berasal dari kata ”Ideal” yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari
ruh (sukma) atu sejenis denganntya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan
menempati ruag. Materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelamaan
ruhani
ü Dualisme, Aliran ini
berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya,
yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan
muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut
masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan
keduanya menciptakan kehidupan di alam ini. Tokoh paham ini adalah Descater
(1596-1650 SM) yang dianggap sebagai bapak Filosofi modern)
ü Pluralisme, paham ini
beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme tertolak
dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata,
tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedcoles, yang
menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur,
yaitu tanah, air, api dan udara.
ü Nihilisme, berasal dari
bahasa Yunani yang berati nothing atau tidak ada. Istilah Nihilisme
dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang ditulisnya
pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak
zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan
tiga proporsi tentang realitas.
Pertama, tidak ada
sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada
Kedua, bila sesuatu
itu ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak
dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi
Ketiga, sekalipun
realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada
orang lain
ü Agnotitisme, Paham ini
mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat
materi maupun hakikat ruhani, kata agnosticisme barasal dari bahasa Grick.
Ignotos yang berarti Unknow artinya not, Gno artinya Know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan
dapat dikenal.
7.
Menurut
pemahaman penulis
Ontologi adalah analisis tentang objek materi dari ilmu
pengetahuan, yaitu hal-hal atau benda-benda empiris. Ontologis membahas tentang
apa yang ingin diketahui. Ontologi menganalisa tentang objek apa yang diteliti
ilmu. Bagaimana wujud yang sebenar-benarnya dari objek tersebut, bagaimana
hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (misalnya: berpikir,
merasa dan mengindera) yang menghasilkan pengetahuan.
B.
Pembahasan
1.
Struktur
Pengetahuan Ilmiah
Ontologi dalam bahasa
Inggris “ontology”; dari bahasa Yunani on, ontos (ada, keberadaan) dan logos
(studi, ilmu ). Ada beberapa pengertian dasar mengenai apa itu “ontologi”.
Pertama,
ontologi merupakan studi tentang ciri-ciri “esensial” dari Yang Ada dalam
dirinya sendiri yang berbeda dari studi tentang hal-hal yang ada secara khusus.
Dalam mempelajari ‘yang ada’ dalam bentuknya yang sangat abstrak studi tersebut
melontarkan pertanyaan seperti “Apa itu Ada dalam dirinya sendiri?”
Kedua,
ontologi juga bisa mengandung pengertian sebuah cabang filsafat yang menggeluti
tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, yang menggunakan
katagori-katagori seperti : ada/menjadi, aktualitas/potensialitas, esensi,
keniscayaan dasar, yang ada sebagai yang ada.
Ketiga,
ontologi bisa juga merupakan cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat
Ada yang terakhir, ini menunjukan bahwa segala hal tergantung padanya bagii
eksistensinya.
Keempat,
Ontologi juga mengandung pengertian sebagai cabang filsafat yang melontarkan
pertanyaan, apa arti Ada dan Berada dan juga menganalisis bermacam-macam makna
yang memungkinkan hal-hal dapat dikatakan Ada.
Kelima,
Ontologi bisa juga mengandung pengertian sebuah cabang filsafat
a. menyelidiki
status realitas suatu hal
misalnya :
“apakah objek penerapan atau persepsi
kita nyata atau bersifat ilusif (menipu)”
“apakah bilangan itu nyata?”
“apakah pikiran itu nyata?”
b. menyelidiki
apakah jenis realitas yang dimiliki hal-hal
misalnya :
“Apa jenis realitas yang dimiliki
bilangan? Persepsi? Pikiran?”
c. yang
menyelidiki realitas yang menentukan apa yang kita sebut realitas. Dari
beberapa pengertian dasar tersebut bisa disimpulkan bahwa ontologi mengandung
pengertian “pengetahuan tentang yang ada”.
Istilah ontologi muncul
sekitar pertengahan abad ke-17. Pada waktu itu ungkapan filsafat mengenai yang
ada (philosophia entis) digunakan untuk hal yang sama. Menurut pakar kata dari Yunani,
ontologi berarti ‘teori mengenai ada yang berada’. Oleh sebab itu, orang bisa
menggunakan ontologi dengan filsafat pertama Aristoteles, yang
kemudian disebut sebagai metafisika. Namun pada kenyataannya, ontologi
hanya merupakan bagian pertama metafisika, yakni teori mengenai yang
ada, yang berada secara terbatas sebagaimana adanya dan apa yang secara hakiki
dan secara langsung termasuk ada tersebut.
Beberapa ahli filsafat
memang banyak hal mempunyai pengertian yang berbeda satu sama lain. Namun
jika ditarik dalam garis benang yang saling berkaitan maka ada
beberapa hubungan yang hampir sama bahwa ontologi adalah ilmu tentang yang ada
sebagai bagian cabang filsafat yang sama.
2.
Asumsi-asumsi
antologi ilmu
Objek telaah ontologi
adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada
umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontologi banyak di
gunakan ketika kita membahas yang ada dlaam konteks filsafat ilmu.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
a.
Objek
Formal
Objek formal ontologi
adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil
dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan
tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau
hylomorphisme. Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak.
Hanya dua yang terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural
ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh
aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli
selanjutnya dipahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi
menampilkan aspek materialisme dari mental.
b.
Metode
dalam Ontologi
Lorens Bagus memperkenalkan tiga
tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu :
·
abstraksi fisik, menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu
objek
·
abstraksi bentuk, mendeskripsikan sifat umum yang menjadi
cirri semua sesuatu yang sejenis
·
abstraksi metaphisik, mengetangahkan prinsip umum yang
menjadi dasar dari semua realitas, Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi
adalah abstraksi metaphisik.
Sedangkan metode pembuktian dalam
ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu :
ü Pembuktian a priori
disusun dengan meletakkan “term tengah”
berada lebih dahulu dari “predikat”; dan pada kesimpulan term tengah menjadi
sebab dari kebenaran kesimpulan.
Contoh :
Sesuatu
yang bersifat lahirah itu fana (Tt-P)
Tt P
Badan itu sesuatu yang lahiriah (S-Tt)
S Tt
Jadi,
badan itu fana’ (S-P)
S P
ü Pembuktian a posteriori
secara ontologi, term tengah ada
sesudah realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang
dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posterioris disusun
dengan tata silogistik sebagai berikut:
Contoh :
Gigi geligi itu gigi geligi rahang dinosaurus
(Tt-S)
Tt S
Gigi geligi itu gigi geligi pemakan tumbuhan (Tt-P)
Tt P
Jadi, Dinousaurus itu pemakan
tumbuhan (S-P)
S P
Keterangan :
Term :
istilah
S :
subyek
P :
predikat
Bandingkan tata silogistik
pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang apriori di berangkatkan dari term
tengah di hubungkan dengan predikat dan term tengah menjadi sebab dari
kebenaran kesimpulan; sedangkan yang a posteriori di berangkatkan dari term
tengah di hubungkan dengan subjek, term tengah menjadi akibat dari realitas
dalam kesimpulan.
3.
Hakekat
kenyataan ontologi
Bisa
didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
a.
Kuantitatif
yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan
itu tunggal atau jamak?
b.
Kualitatif
yaitu dengan mempertanyakan apakah
kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun
yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.
4.
Batas-batas
Penjelajahan Ilmu
Dasar ontologi ilmu sebenarnya ingin
berbicara pada sebuah pertanyaan dasar yaitu :
-
apakah yang ingin
diketahui ilmu ?
Atau bisa dirumuskan secara eksplisit
menjadi :
-
apakah yang menjadi
bidang telaah ilmu?
Berbeda dengan agama
atau bentuk pengetahuan yang lainnya, maka ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian
yang bersifat empiris. Secara sederhana objek kajian ilmu ada dalam
jangkauan pengalaman manusia. Objek kajian ilmu mencakup seluruh aspek
kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia. Dalam batas-batas tersebut
maka ilmu mempelajari objek-objek empiris seperti batu-batuan, binatang,
tumbuh-tumbuha, hewan atau manusia itu sendiri. Berdasarkan hal itu maka ilmu
ilmu dapat disebut sebagai suatu pengetahuan empiris, di mana objek-objek yang
berbeda di luar jangkaun manusia tidak termasuk di dalam bidang penelaahan
keilmuan tersebut.
Untuk mendapatkan
pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek-objek empiris.
Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang
dikemukakannya.
Secara lebih terperinsi
ilmu mempunyai tiga asumsi yang dasar. Asumsi pertama, menganggap
objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal
bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Asumsi kedua, ilmu menganggap bahwa
suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu . Kegiatan
keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan
tertentu. Asumsi ketiga, ilmu menganggap bahwa tiap gejala bukan
merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai suatu
hubungan pola-pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan kejadian yang
sama. Dalam penegartian ini ilmu mempunyai sifat deterministic “factor yang
menentukan”. Namun demikian dalam determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai
konotasi yang bersifat peluang (probabilistik).
5.
Prinsip
Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu pada
prinsipnya bertugas meneliti dan menggali sebab-musabab pertama dari gejala
ilmu pengetahuan, di antaranya paham tentang kepastian, kebenaran dan
objektivitas. Cara kerja filsafat ilmu pengetahuan pada prinsipnya adalah
sebuah penelitian tentang apa yang memungkinkan ilmu-ilmu tersebut terjadi dan
berkembang.
6.
Batas-batas
Kerja Ilmu
Jika kita
mempertanyakan apa batas kerja ilmu atau batas penjelajahan ilmu maka bisa
dijelaskan bahwa ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan dan
berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari sesuatu yang bukan
dari pengalaman manusia, maka ilmu tidak bekerja di luar batas kerjanya seperti
keyakinan surga dan neraka. Pada prinsipnya ilmu sendiri dalam kehidupan
manusia sebagai alat pembantu untuk bisa membongkar berbagai problem manusia
dalam batas pengalamannya.
Ilmu membatasi lingkup
penjelajahan pada batas pengalaman manusia. Metode yang dipergunakan dalam
menyusun ilmu telah teruji kebenarannya secara empiris. Dalam perkembangannya
kemudian maka muncul banyak cabang ilmu yang diakibatkan karena proses kemajuan
dan penjelajahan ilmu yang tidak pernah berhenti. Dari sinilah kemudian lahir
konsep “kemajuan” dan “modernisme” sebagai anak kandung dari cara kerja
berpikir keilmuan.
Ahli ontologi
menggunakan beberapa pertanyaan mendasar tentang keberadaan sesuatu dengan
tujuan untuk memperoleh jawaban yang paling ideal. Pertanyaan-pertanyaan utama
dalam ontologi adalah:
-
Atas dasar apakah
”sesuatu” itu dikatakan sebagai ”ada”?
-
Jika ”sesuatu” itu
dikatakan ”ada”, bagaimana cara mengelompokkannya?
Kedua pertanyaan
tersebut telah mendorong dilakukannya upaya untuk membagi entitas-entitas yang
melekat pada ”sesuatu” menjadi kelompok atau kategori. Karena jumlah entitas
sangat banyak, maka daftar kategori yang dibuat juga beragam. Untuk mempermudah
kita menemukan kategori yang diinginkan, kategori-kategori yang ada disusun dan
dihubungkan dalam bentuk skema. Aplikasi dari kategorisasi entitas dapat
dilihat dalam ilmu perpustakaan dan IT.
Pengembangan dari dua
pertanyaan mendasar dalam ontologi telah mendorong ahli filsafat untuk berpikir
lebih keras dan memacu perkembangan ontologi dan aplikasinya dalam berbagai
bidang. Berikut ini adalah beberapa contoh pertanyaan dalam ontologi:
-
Apa yang dimaksud
dengan ”ada”?
-
Apakah ”ada” memiliki
sesuatu atau properti?
-
Jika ”sesuatu” tersusun
atas entitas, maka entitas manakah yang fundamental?
-
Bagaimana properti dari
sebuah obyek dapat berhubungan dengan obyek tersebut?
-
Apa ciri yang paling
penting dari sebuah obyek?
-
Jika ”ada” memiliki
tingkatan (level), berapa jumlah level yang dimiliki oleh sebuah ”ada”?
-
Apa yang dimaksud
dengan obyek fisik?
-
Apakah bukti yang dapat
menyatakan bahwa suatu obyek fisik itu dikatakan sebagai ”ada”?
-
Apakah bukti yang dapat
menyatakan bahwa suatu obyek fisik memiliki entitas atau unsur non-fisik?
7.
Konsep
ontology
Konsep-konsep yang berkembang dalam
ontologi dapat dirangkum menjadi 5 konsep utama, yaitu:
a. Umum
dan tertentu
b. Kesengajaan
(substance) dan ketidaksengajaan (accident)
c. Abstrak
dan kongkrit
d. Esensi
dan eksistensi
e. Determinisme
dan indeterminisme
Penjelasan :
a. Umum
(universal) dan Tertentu (particular)
Umum
(universal) adalah sesuatu yang pada umumnya
dimiliki oleh sesuatu, misalnya: karakteristik dan kualitas. “Umum” dapat
dipisahkan atau disederhanakan melalui cara-cara tertentu.
Sebagai contoh, ada dua buah kursi yang
masing-masing berwarna hijau, maka kedua kursi ini berbagi kualitas ”berwarna
hijau” atau ”menjadi hijau”.
Tertentu (particular) adalah entitas nyata yang terdapat pada ruang dan waktu. Contohnya, Socrates (guru dari Plato) adalah tertentu (particular), seseorang tidak dapat membuat tiruan atau kloning dari Socrates tanpa menambahkan sesuatu yang baru pada tiruannya.
Tertentu (particular) adalah entitas nyata yang terdapat pada ruang dan waktu. Contohnya, Socrates (guru dari Plato) adalah tertentu (particular), seseorang tidak dapat membuat tiruan atau kloning dari Socrates tanpa menambahkan sesuatu yang baru pada tiruannya.
b. Substansi
(substance) dan Ikutan (accident)
Substansi
adalah petunjuk yang dapat menggambarkan sebuah obyek, atau properti yang
melekat secara tetap pada sebuah obyek. Jika tanpa properti tersebut, maka
obyek tidak ada lagi.
Ikutan
(accident) dalam filsafat adalah atribut yang
mungkin atau tidak mungkin dimiliki oleh sebuah obyek. Menurut Aristoteles,
”ikutan” adalah kualitas yang dapat digambarkan dari sebuah obyek. Misalnya:
warna, tekstur, ukuran, bentuk dsb.
c. Abstrak
dan Kongkrit
Abstrak
adalah obyek yang ”tidak ada” dalam ruang dan waktu tertentu, tetapi ”ada” pada
sesuatu yang tertentu, contohnya: ide, permainan tenis (permainan adalah
abstrak, sedang pemain tenis adalah kongkrit).
Kongkrit
adalah obyek yang ”ada” pada ruang tertentu dan mempunyai orientasi untuk waktu
tertentu. Misalnya: awan, badan manusia.
d. Esensi
dan eksistensi
Esensi adalah adalah atribut atau
beberapa atribut yang menjadi dasar keberadaan sebuah obyek. Atribut tersebut
merupakan penguat dari obyek, jika atribut hilang maka obyek akan kehilangan
identitas. Eksistensi (existere: tampak, muncul. Bahasa Latin) adalah kenyataan
akan adanya suatu obyek yang dapat dirasakan oleh indera.
e. Determinisme
dan indeterminisme
Determinisme
adalah pandangan bahwa setiap kejadian (termasuk perilaku manusia, pengambilan
keputusan dan tindakan) adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
rangkaian kejadian-kejadian sebelumnya.
Indeterminisme merupakan perlawanan terhadap determinisme. Para penganut indeterinisme mengatakan bahwa tidak semua kejadian merupakan rangkaian dari kejadian masa lalu, tetapi ada faktor kesempatan (chance) dan kegigihan (necessity). Kesempatan (chance) merupakan faktor yang dapat mendorong terjadinya perubahan, sedangkan kegigihan (necessity) dapat membuat sesuatu itu akan berubah atau dipertahankan sesuai asalnya.
Indeterminisme merupakan perlawanan terhadap determinisme. Para penganut indeterinisme mengatakan bahwa tidak semua kejadian merupakan rangkaian dari kejadian masa lalu, tetapi ada faktor kesempatan (chance) dan kegigihan (necessity). Kesempatan (chance) merupakan faktor yang dapat mendorong terjadinya perubahan, sedangkan kegigihan (necessity) dapat membuat sesuatu itu akan berubah atau dipertahankan sesuai asalnya.
8.
Aliran-aliran ontology
Dalam mempelajari ontologi muncul beberapa pertanyaan
yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing
pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi. Pertanyaan itu
berupa :
“Bagaimanakah yang ada itu? (How
is being?)”,
“Dimanakah yang ada itu? (Whare is being?)”.
Apakah yang ada itu? (What is being?)
Dalam memberikan jawaban masalah ini
lahir lima filsafat, yaitu sebagai berikut :
a.
Aliran Monoisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang
ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai
sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani. Tidak
mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah
satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang
lainnya. Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini,
karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya.
Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.
Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
ü Materialisme
Aliran
ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani. Aliran
ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati
merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
Aliran
pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-546 SM).
Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi kehidupan.
Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan
alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370
SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak
jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang merupakan
asal kejadian alam.
ü Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea”
yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran
ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak
tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik.
Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan
bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik
akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati.
Dalam perkembangannya, aliran ini
ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya,
tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap
sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja
dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar
wujud sesuatu.
b.
Aliran Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda
terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan
hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu
masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan
keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini.
Tokoh paham ini adalah Descartes
(1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua
hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang
(kebendaan). Ini tercantum dalam bukunya Discours de la Methode (1637)
dan Meditations de Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia
menerangkan metodenya yang terkenal dengan Cogito Descartes (metode
keraguan Descartes/Cartesian Doubt). Disamping Descartes, ada juga Benedictus
de Spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M).
c.
Aliran Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa
segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan
dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary
of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa
kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua
entitas.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani
Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada
itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang mengemukakan
bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.
d.
Aliran Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin
yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui
validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan
Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya
sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (485-360 SM)
yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada
sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat
diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak
akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh lain aliran ini adalah
Friedrich Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk
kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu
dunia di belakang atau di atas dunia di mana ia hidup.
e.
Aliran Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan
manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat
ruhani. Kata agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos, yang
berarti unknown. A artinya not, gno artinya know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat
kita kenal.
Aliran ini dapat kita temui dalam
filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855
M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang
menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum,
tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat
dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin
Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah
manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh
lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia
selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada),
melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham
pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda,
baik materi maupun ruhani.
ü Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)
Apakah yang ada itu sebagai sesuatu
yang tetap, abadi, atau berubah-ubah? Dalam hal ini, Zeno (490-430 SM)
menyatakan bahwa sesuatu itu sebenarnya khayalan belaka. Pendapat ini dibantah
oleh Bergson dan Russel. Seperti yang dikatakan oleh Whitehead bahwa alam ini
dinamis, terus bergerak, dan merupakan struktur peristiwa yang mengalir terus
secara kreatif.
ü Di manakah yang ada itu? (Where is being?)
Aliran ini berpendapat bahwa yang
ada itu berada dalam alam ide, adi kodrati, universal, tetap abadi, dan
abstrak. Sementara aliran materilisme berpendapat sebaliknya, bahwa yang ada
itu bersifat fisik, kodrati, individual, berubah-ubah, dan riil.
9.
Manfaat mempelajari
ontologi
Ontologi yang merupakan salah satu
kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut:
a. Membantu untuk mengembangkan dan
mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran yang ada.
b. Membantu memecahkan masalah pola
relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi.
c. Bisa mengeksplorasi secara mendalam
dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga
etika.
Dari penjelasan tersebut, penyusun
dapat menyimpulkan bahwa ontologi merupakan salah satu diantara lapangan
penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Ontologi berasal dari bahasa Yunani
yang berarti teori tentang keberadaan sebagai keberadaan. Pada dasarnya,
ontologi membicarakan tentang hakikat dari sutu benda/sesuatu. Hakikat disini
berarti kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang sementara, menipu, dan
berubah). Misalnya, pada model pemerintahan demokratis yang pada umumnya
menjunjung tinggi pendapat rakyat, ditemui tindakan sewenang-wenang dan tidak
menghargai pendapat rakyat. Keadaan yang seperti inilah yang dinamakan keadaan
sementara dan bukan hakiki. Justru yang hakiki adalah model pemerintahan yang
demokratis tersebut.
Dalam ontologi ditemukan
pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu monoisme, dualisme, pluralisme,
nihilisme, dan agnostisisme. Monoisme adalah paham yang menganggap bahwa
hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal sesuatu itu bisa berupa materi
(air, udara) maupun ruhani (spirit, ruh). Dualisme adalah aliran yang
berpendapat bahwa asal benda terdiri dari dua hakikat (hakikat materi dan
ruhani, hakikat benda dan ruh, hakikat jasad dan spirit). Pluralisme adalah
paham yang mengatakan bahwa segala hal merupakan kenyataan. Nihilisme adalah
paham yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Dan agnostisisme
adalah paham yang mengingkari terhadap kemampuan manusia dalam mengetahui
hakikat benda.
Jadi, menurut pemahaman penulis
bahwa ontologi meliputi hakikat kebenaran dan kenyataan yang sesuai dengan
pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari perspektif filsafat tentang apa
dan bagaimana yang “ada” itu. Adapun monoisme, dualisme, pluralisme,
nihilisme, dan agnostisisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologi
yang pada akhirnya menentukan pendapat dan kenyakinan kita masing-masing
tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu.
Bab
3
Penutup
A. Kesimpulan
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak
terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang
universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Objek formal ontologi adalah
hakikat seluruh realitas.
Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang
di telaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ? bagaimana
hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa
dan mengindera) yang membuakan pengetahuan?
Dengan demikian Ontologi Ilmu (dimensi ontologi
Ilmu) adalah Ilmu yang mengkaji wujud (being) dalam perspektif ilmu — ontologi
ilmu dapat dimaknai sebagai teori tentang wujud dalam perspektif objek materil
ke-Ilmuan, konsep-konsep penting yang diasumsikan oleh ilmu ditelaah secara
kritis dalam ontologi ilmu. Ontologi adalah hakikat yang Ada (being, sein) yang
merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran.
B. Saran
1.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat menjadi bahan untuk
belajar mahasiswa dalam mempelajari materi filsafat ilmu.
2.
Semoga materi dapat diperbaharui dan dilengkapi oleh pembaca, agar isi
makalah ini menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Lorens, 1996, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.Bakker, Anton, 1992, Ontologi Metafisika Umum , Yogyakarta: Pustaka Kanisius.
Hardiman, Franscisco Budi, 1990, Kritik Ideologi, Yogyakarta: Kanisius.
Muhadjir, Noeng, 2001, Filsafat Ilmu, Yogjakarta: Penerbit Rake Sarasin.
Peursen, C.A Van, 1993, Susunan Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Solihin, 2007, Perkembangan Pemikiran Filsafat Dari Klasik Hingga Modern, Bandung: Pustaka Setia, cet-I.
Suriasumantri, Jujun S., 1993, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Suriasumantri, Jujun S. (ed), 1997, Ilmu Dalam Perspektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
Verhak, C. et. Al., 1995, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Granedia Pustaka Utama.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.
Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Penerbit
Rake Sarasin, Yogjakarta, 2001.
Louis O. Kattsouff, Pengantar filsafat, Tiara Wacana,
Yogjakarta
Sidi Gazalba, Sistematika filsafat II, Yogjakarta,
1995.
thanks............
BalasHapusSalam filsafat, kawan!
BalasHapus